Selasa, 23 November 2010

Perkenalan Budaya Jawa

Ini adalah tulisan pertama saya di blog ini, berhubung saya orang jawa jadi akan saya perkenalkan terlebih dahulu mengenai budaya jawa

Kebudayaan Jawa ( Suku Jawa )

Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya sebagai Wong Jowo atau Tiang Jawi.
Orang Jawa telah menyebar hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad ke-18. Selain menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga sudah dibawa ke Suriname (Amerika Selatan), ke Afrika Selatan, dan ke Haiti di Lautan Teduh (Pasifik) oleh Belanda.
Menurut populasi aslinya, suku Jawa menempati wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun di luar wilayah itu, sebagian provinsi Jawa Barat juga banyak suku Jawa, seperti Cirebon, Indramayu, Jakarta, dan Banten.
Di wilayah Sumatra, suku Jawa paling banyak adalah di wilayah Lampung. Sisanya menyebar ke seluruh pulau besar di Indonesia.
Pusat Konsentrasi Budaya Suku Jawa
Berdasarkan pengaruh budaya sosial masyarakatnya, daerah-daerah yang menjadi konsentrasi kebudayaan suku Jawa adalah daerah Banyumas, Kedu, Madiun, Malang, Kediri, Yogyakarta, dan Surakarta.
Yogyakarta dan Surakarta dianggap sebagai pusat kebudayaan Jawa yang bercorak pada kebudayaan istana (kraton). Masyarakat di sekitar pantai utara dan timur lebih dikenal sebagai orang Jawa Pesisiran.
Sistem Sosial Masyarakat Suku Jawa
Masyarakat Jawa mengenal sistem lapisan masyarakat yang nyata perbedaannya. Yaitu antara lain:
  • Bendoro atau Bendoro Raden, yaitu golongan bangsawan keturunan raja-raja.
  • Priyayi, yaitu para kaum terpelajar yang memang biasanya berasal dari golongan bangsawan juga.
  • Wong cilik, yaitu golongan sosial paling bawah, seperti golongan petani di sekitar desa.
Pada kenyataannya sekarang, perbedaan tersebut kian memudar seiring dengan peradaban masyarakat yang semakin berkembang.
Sistem kekerabatan masyarakat suku Jawa menganut prinsip bilateral. Kerabat-kerabat dari pihak bapak atau ibu dipanggil dengan sebutan yang sama. Misalnya Bibi untuk menyebut adik perempuan dari bapak atau dari ibu.
Untuk pasangan yang baru menikah, mereka tidak akan mempersoalkan di rumah mana mereka akan menetap selagi belum mempunyai rumah sendiri. Bisa di rumah orangtua istri atau orangtua suami.
Bahasa Suku Jawa
Masyarakat Jawa dalam berkomunikasi satu sama lain sehari-hari menggunakan bahasa Jawa yang bertingkat-tingkat. Penggunaanbahasa pada tingkat tertentu dipengaruhi juga oleh orang Jawa dalam kelas tertentu.
Secara resmi, bahasa Jawa dibedakan atas tiga tingkatan, antara lain sebagai berikut.
  • Bahasa ngoko, yaitu bahasa yang dipakai untuk orang yang sudah dikenal dekat dan akrab, atau dipakai untuk berbicara kepada orang yang lebih muda
  • Bahasa karma, yaitu bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang tingkat sosialnya lebih tinggi, seperti petani berbicara kepada golongan priyayi.
  • Bahasa madya, yaitu bahasa variasi dari penggunaan bahasa ngoko dan bahasa karma.
Di luar ketiga bahasa tersebut, dikenal dengan bahasa kedaton, yaitu bahasa yang digunakan di lingkungan keraton.
Orang Jawa terkenal dengan stereotip sifatnya yang lemah lembut, sopan, dan halus. Namun masyarakat Jawa tidak suka berterus terang, tidak bersifat terbuka. Mereka lebih suka menyembunyikan perasaanmereka terhadap suatu hal. Ini dikarenakan orang suku Jawa mengutamakan keharmonisan dan tepa selira (tenggang rasa).
Namun tidak semua orang suku Jawa suka menyembunyikan perasaannya. Masyarakat di daerah pesisir lebih terbuka daripada nonpesisir. Beberapa wilayah di Jawa Timur juga mempunyai sifat yang lebih ekspresif, terus terang, dan egaliter.


Sumber www.anneahira.com

Suku Jawa: Dicintai dan dibenci

Bicara tentang suku Jawa, akan ada banyak sekali hal positif dan negatif yang akan kita temukan dari suku yang menempati populasi terbesar di Indonesia ini. Mengingat dominasinya di Indonesia, segala hal yang positif dan negatif berkaitan dengan suku Jawa itu juga memengaruhi karakter Indonesia secara keseluruhan. Apa dan siapa sebenarnya suku Jawa itu? Tulisan ini akan mencoba sedikit membahasnya. 
Suku Jawa adalah suku yang dominan di Indonesia. Hampir separuh etnis di Indonesia (sekitar 41,7%) adalah etnis Jawa. Mereka berasal dari pulau Jawa bagian tengah dan timur, tetapi mereka juga menyebar di berbagai daerah dan pulau lain, hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sub-suku Jawa ada di kawasan sekitar gunung Bromo yang disebut suku Tengger, dan kawasan Banyuwangi yang disebut suku Osing.
Agama dan Kepercayaan
Penganut agama Islam masih mendominasi suku ini, namun jumlah penganut agama Kristen dan Katolik juga tidak bisa dikatakan kecil. Agama Buddha dan Hindu juga mendapatkan porsi di suku ini. Memang, suku Jawa merupakan suku yang terbuka, sehingga meski berasal dari suku bangsa yang sama namum cara berpikir mereka sangat beragam.
Jauh sebelum agama dari luar masuk ke Indonesia, sebenarnya masyarakat Jawa telah memiliki agama asli mereka, yang disebut Kejawen. Ajaran Kejawen sangat menekankan pada keseimbangan, dan tidak pernah terikat pada aturan yang kaku. Aliran spiritual ini sangat kaya karena melingkupi tradisi, seni, budaya, dan pandangan filosofis masyarakat Jawa. Biasanya, dibarengi dengan "laku", yang disimbolkan dengan benda-benda yang dianggap mewakili budaya Jawa, seperti keris, bunga-bunga tertentu, tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral, dan lain sebagainya. Maka, tak jarang, jika Kejawen sering diasosiasikan dengan klenik.
Seiring perkembangannya, Kejawen mengalami sinkretisme dengan agama-agama yang datang dari luar, sehingga muncullah golonganIslam Kejawen, Katolik Kejawen, dan sebagainya.
Stratifikasi Sosial
Seorang antropolog Amerika yang kondang, Clifford Geertz, dalam penelitiannya pada 1960-an, membagi masyarakat Jawa menjadi santri, abangan, dan priyayi. Para penganut Islam yang taat dianggap berada di kelompok santri, sementara kaum bangsawan termasuk dalam golongan priyayi, dan penganut Islam kejawen dianggap sebagai kaum abangan. Akan tetapi, teori ini kemudian mendapat banyak sekali kritik karena dianggap mencampur aduk kelompok sosial dengan kelompok kepercayaan. Di samping itu, pengelompokan itu juga tidak bisa digunakan untuk mengelompokkan orang yang datang dari luar Jawa.
Seni
Kesenian masyarakat Jawa banyak dipengaruhi oleh tradisi Buddha dan Hindu. Cerita wayang sebagian besar diadaptasi dari epik Mahabarata dan Ramayana. Selain itu, karya seni masyarakat Jawa yang terkenal adalah batik, keris, dan gamelan. Gamelan adalah seperangkat alat musik tradisional Jawa yang dimainkan bersama-sama, mirip seperti orkestra.
Jawanisme
Karakter masyarakat Jawa sangat feodalistik. Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan kondang, mendefinisikannya sebagai ketaatan membabi buta pada kekuasaan. Sisi positifnya, masyakarat Jawa masih menghormati raja mereka, dan kedudukan raja bukan sekadar simbolis di era modern ini, melainkan masih memiliki kekuasaan dan kekuatan. Hal ini memungkinkan budaya Jawa dan tradisinya masih terjaga dengan apik hingga hari ini, meski sudah mengalami banyak pengeroposan juga di sana-sini.
Sisi negatifnya, Jawanisme ini dianggap sebagai biang kerok yang membentuk mental bangsa Indonesia menjadi mental "buruh". Ia dianggap penyebab terbesar suburnya kolonialisme dan imperialisme selama berabad-abad, bahkan hingga kini. Masyakarat Jawa yang terlalu mengagung-agungkan kekuasan itu dianggap mematikan budayakritis dengan tetap mendukung kekuasaan yang pincang, karena mereka cukup nyaman dengan menjadi "penjilat" dan mendapatkan banyak keuntungan dari situ.
Feodalisme Jawa ini juga dianggap masih terasa hingga hari ini, apalagi mengingat hampir semua presiden RI adalah orang-orang Jawa. Dan, betapa pun pincangnya pemerintahan mereka, mereka tetap mendapatkan dukungan dari sebagian besar masyarakat yang lebih suka mencari aman. Mungkin ini sesuai dengan prinsip hidup orang Jawa yang mengagungkan harmoni, dan sebisa mungkin menghindari konflik.
Tak heran jika predikat suku yang paling mendominasi di Indonesia ini, baik secara kuantitif maupun kualitatif, menjadikan suku Jawa banyak mendapat pujian, tetapi juga tak pernah sepi dari kritikan, baik yang datang dari suku bangsa lain atau dari orang Jawa sendiri. 
sumber www.anneahira.com

Asal Usul Suku Jawa

Indonesia terdiri dari banyak sekali suku bangsa, salah satunya adalah suku Jawa. Suku Jawa adalah salah satu yang dominan karena jumlahnya cukup banyak dibanding suku-suku lainnya. Mereka berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menguak asal-usul suku Jawamenjadi menarik karena terbukti banyak tokoh-tokoh Indonesia yang berasal dari suku ini. Sebut saja, Susilo Bambang Yodoyono (SBY), Soeharto, Soekarno, Gusdur, Megawati, dan masih banyak yang lainnya. Mereka semua pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Bahkan, SBY masih menjadi presiden republik Indonesia.
Kisah suku Jawa berawal dari datangnya seorang satria pinandita, yaitu Aji Saka. Ia menulis sebuah sajak yang kini diakui sebagai huruf Jawa. Asal mula ini pun akhirnya digunakan untuk awal mula penanggalan kalender saka.
Definisi
Suku Jawa adalah mereka yang merupakan penduduk asli di pulau Jawa bagian tengah dan timur. Mereka yang berkomunikasi dengan ibu bapaknya menggunakan bahasa Jawa. Setidaknya, itulah yang didefinisikan oleh Magnis-Suseno.
Bahasa
Bahasa yang digunakan ada 2 jenis bahasa Jawa, yaitu sebagai berikut.
  1. Bahasa Jawa Ngoko. Digunakan kepada orang yang sudah akrab, orang yang lebih muda usianya atau lebih rendah status sosialnya.
  2. Bahasa Jawa Kromo. Digunakan kepada orang yang belum akrab, tetapi sebaya atau memiliki status sosial yang sama, serta kepada orang yang usianya lebih tua atau yang lebih tinggi status sosialnya.
Penggolongan Sosial
Berdasarkan penggolongan sosial, pada 1960-an, seorang antropologidari Amerika, Clifford Geertz, membaginya ke dalam tiga golongan.
  1. Kaum Santri, yaitu mereka yang menganut agama islam.
  2. Kaum Abangan, yaitu mereka yang hidupnya masih berpegang pada adat istiadat Jawa, biasanya disebut juga kejawen. Para kaum priyayi kuno biasanya masuk ke dalam golongan ini juga. Walaupun ada di antara mereka beragama Islam, kewajiban-kewajibannya yang terdapat dalam rukun Islam tidak dijalankan secara utuh.
  3. Kaum Priyayi, yaitu para pegawai atau para cendikiawan.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan mereka adalah bilateral, yaitu dari keluarga ayah dan keluarga ibu. Tidak hanya dari satu garis saja, seperti pada suku Batak.
Pandangan Hidup
Mereka meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini adalah kesatuan hidup. Manusia yang ada di dunia ini bersatu dengan semesta alam. Hal itu menyebabkan mereka yakin kehidupan manusia adalah pengembaraan yang penuh dengan pengalaman religius.
Hal ini membuat mereka menggolongkan kehidupan terdiri dari dua alam.
  1. Makrokosmic, yakni alam yang misterius, yang penuh dengan hal-hal yang bersifat supranatural.
  2. Mikrokosmic, yaitu alam nyata.
Kedua alam ini memberikan mereka tujuan hidup mencapai keseimbangan kehidupan makrokosmic dan mikrokosmic. Mereka pun percaya agar mereka memiliki kehidupan yang baik di dunia batin danjiwa mereka juga haruslah baik.
Kepercayaan
Suku Jawa masih banyak yang menganut kepercayaan kejawen. Kejawen adalah kepercayaan warisan nenek moyang yang masih memiliki banyak unsur agama Hindu. Penganut kejawen ini, terutama, yang hidup di kalangan kraton dan merekalah yang mempertahankan tradisi-tradisi leluhur suku Jawa.
Watak
Suku Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang penuh dengan tata karma, berbudi halus. Mereka adalah orang-orang yang ulet dalam mengerjakan sesuatu. Cenderung tertutup dan tidak suka berterus terang. Hal tersebut konon karena sifat mereka yang ingin memelihara keharmonisan.
Mereka tidak menyukai pertikaian. Buruknya, karena sifat ini, mereka seringkali menyimpan dendam. Selain itu, suku jawa termasuk ke dalam suku yang cenderung membeda-bedakan tingkatan atau kasta. Ini adalah salah satu warisan kebudayaan Jawa kuno dan Hindu yang sudah mengakar pada pribadi mereka.

Sumber www.anneahira.com